UNDANG – UNDANG TENAGA KERJA NO. 13
TAHUN 2003
1. Pasal 52-54
Perjanjian Kerja/Kontrak Kerja
Memiliki kontrak kerja sangat
penting dalam hubungan profesional. Tanpa kontrak kerja, kejelasan tentang hak
dan kewajiban menjadi tak terjamin. Oleh karena itu ada hal-hal yang perlu
dicermati dalam kontrak kerja.
- Mengikat pengusaha dan pegawai
Bagi pegawai, kontrak kerja
merupakan pernyataan setuju bergabung dalam perusahaan sebagai karyawan dengan
sejumlah ketentuan. Di sini, kontrak kerja bisa berfungsi sebagai pemberi rasa
aman. Selain itu, juga berisi rincian tugas dan tanggung jawab.
- Dibuat dengan Jelas
Undang-Undang No.13/ 2003 Tentang
Ketenagakerjaan Pasal 52 ayat d menyebutkan, pengusaha tidak boleh memberi
kewajiban kerja yang bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sebuah kontrak kerja, menurut Pasal
54 ayat 1 UU No.13/2003, harus memuat:
a)
Nama, alamat perusahaan, dan jenis perusahaan.
b)
Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh.
c)
Jabatan atau jenis pekerjaan.
d) Tempat
pekerjaan.
e)
Besarnya upah dan cara pembayarannya.
f)
Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh.
g)
Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja.
h)
Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat.
i)
Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.
- Tambahan yang perlu diperhatikan
a)
Tunjangan & fasilitas: Banyak perusahaan memberikan gaji kotor, sehingga
pegawai mendapati pemotongan pada gajinya. Perhatikan juga tunjangan kesehatan,
atau fasilitas kendaraan.
b)
Masalah pengangkatan: Perhatikan untuk kemungkinan pengangkatan. Apakah harus
melalui masa percobaan dahulu, jika ya, berapa lama masa percobaan.
c)
Kontrak khusus: Jika perusahaan melakukan pengembangan dan kita turut serta
didalamnya, cermati apakah pemindahan ini bersifat permanen dan status kita.
Apakah sama dengan sebelumnya, atau mengikuti perusahaan yang baru.
d) Jadwal
kerja: Dalam kontrak kerja, tertulis jadwal kerja yang harus dipatuhi. Lokasi
kerja juga harus disebutkan. Di samping itu, tanyakan juga jika menjalani kerja
lembur, kita harus diberi fasilitas tertentu.
e)
Pemutusan hubungan kerja: Pasal ini membahas kondisi yang bisa menyebabkan
pegawai dikeluarkan jika terjadi pelanggaran. Karena itu, kita perlu tahu
kondisi-kondisi seperti apakah yang membuat seorang pegawai dikeluarkan.
f)
Kontrak kerja masa percobaan: Kontrak kerja ada beberapa macam, untuk pegawai
tetap, untuk jangka waktu tertentu, atau proyek tertentu. Untuk kontrak jangka
waktu tertentu atau sering disebut masa percobaan, umumnya tiga bulan. Dalam
masa ini, ada perusahaan yang memberikan kontrak kerja, ada pula yang tidak. Di
dalam kontrak masa percobaan, perlu ada kriteria yang menentukan kompetensi
seorang calon pegawai diangkat sebagai pegawai tetap. Juga ada penjelasan
seandainya kita merasa tidak cocok dan ingin berhenti sebelum waktu kontrak
berakhir, apakah juga bisa berhenti sewaktu-waktu.
2.
Pasal 64; 65; 66
Outsourcing
Outsourcing tidak dapat dipandang
secara jangka pendek saja, dengan menggunakan outsourcing perusahaan pasti akan
mengeluarkan dana lebih sebagai management fee perusahaan outsourcing.
Outsourcing harus dipandang secara jangka panjang, mulai dari pengembangan
karir karyawan, efisiensi dalam bidang tenaga kerja, organisasi, benefit dan
lainnya. Perusahaan dapat fokus pada kompetensi utamanya dalam bisnis sehingga
dapat berkompetisi dalam pasar, dimana hal-hal intern perusahaan yang bersifat
penunjang (supporting) dialihkan kepada pihak lain yang lebih profesional. Pada
pelaksanaannya, pengalihan ini juga menimbulkan beberapa permasalahan terutama
masalah ketenagakerjaan.
Diketahui bahwa pihak Pemerintah
melalui pejabat instansi ketenagakerjaan memiliki kewenangan menentukan sah
atau tidak suatu jenis pekerjaan yang dilakukan dengan sistem outsourcing.
Pada prinsipnya, pekerja outsourcing tidak dimaksudkan
untuk pekerjaan yangberhubungan langsung dengan proses produksi. Sehingga,
dapat disimpulkan pengertian frasa “antara lain” dalam penjelasan pasal
tersebut sifatnya terbuka sepanjang tidak melanggar ketentuan Pasal 66 ayat (1)
UUK.
Outsourcing (Alih daya) sebagai
suatu penyediaan tenaga kerja oleh pihak lain dilakukan dengan terlebih dahulu
memisahkan antara pekerjaan utama (core business) dengan pekerjaan
penunjang perusahaan (non core business) dalam suatu dokumen tertulis
yang disusun oleh manajemen perusahaan. Dalam melakukan outsourcing perusahaan
pengguna jasa outsourcing bekerjasama dengan perusahaan outsourcing, dimana
hubungan hukumnya diwujudkan dalam suatu perjanjian kerjasama yang memuat
antara lain tentang jangka waktu perjanjian serta bidang-bidang apa saja yang
merupakan bentuk kerjasama outsourcing. Karyawan outsourcing menandatangani
perjanjian kerja dengan perusahaan outsourcing untuk ditempatkan di perusahaan
pengguna outsourcing.
Karyawan outsourcing selama
ditempatkan diperusahaan pengguna jasa outsourcing wajib mentaati ketentuan
kerja yang berlaku pada perusahaan outsourcing, dimana hal itu harus
dicantumkan dalam perjanjian kerjasama. Mekanisme Penyelesaian perselisihan
ketenagakerjaan diselesaikan secara internal antara perusahaan outsourcing
dengan perusahaan pengguna jasa outsourcing, dimana perusahaan outsourcing
seharusnya mengadakan pertemuan berkala dengan karyawannya untuk membahas
masalah-masalah ketenagakerjaan yang terjadi dalam pelaksanaan outsourcing.
3.
Pasal 35 dan 37
Masalah pada Pasal 35 ayat (1),
“Pemberi kerja yang memerlukan tenaga kerja dapat merekrut sendiri tenaga kerja
yang dibutuhkan atau melalui pelaksana penempatan tenaga kerja.” Dan ditambah
dengan Pasal 37 ayat (1), “Pelaksana penempatan tenaga kerja sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) terdiri dari: (a) instansi pemerintah yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan; dan (b) lembaga swasta berbadan
hukum.” Dan dilengkapi dengan Pasal 56 ayat (1), “Perjanjian kerja dibuat untuk
waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu.”
Ketiga pasal tersebut, dilengkapi
dengan pasal lain yang relevan, melahirkan dua istilah baru: pekerja kontrak
dan outsourcing. Perusahaan, baik swasta atau BUMN, yang membutuhkan tenaga
kerja baru dengan menggunakan manajemen rekrutmen sendiri, dan membuat sendiri
perjanjian kerja untuk waktu tertentu, status pekerjanya disebut kontrak. Mulai
dari publikasi lowongan kerja, menyelenggarakan test tertulis dan wawancara,
semuanya dilakukan oleh perusahaan terkait. Sebaliknya, sebuah perusahaan yang
menggunakan jasa lembaga atau perusahaan lain berdasarkan ketentuan yang sudah
disepakati bersama untuk mencari tenaga kerja baru, status pekerjanya disebut
outsourcing. Dan, perusahaannya disebut perusahaan outsourcing. Dalam hal ini,
perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja tak perlu repot-repot mempersoalkan
proses rekrutmen. Terima jadi saja.
Berpedoman pada undang-undang nomor
13 tersebut, perusahaan penyedia jasa atau perusahaan outsourcing memungut
biaya penempatan kerja dari pengguna tenaga kerja dan dari tenaga kerja
terkait, disesuaikan dengan golongan dan jabatannya. Artinya, ada dua
keuntungan yang didapat. Kita gunakan hitungan matematis. Misalkan upah staff
biasa yang diberikan pemberi kerja kepada perusahaan outsourcing 3 juta per
bulan, tentu uang tersebut tidak serta merta langsung diberikan penuh kepada
tenaga kerja. Ada pemotongan. Diistilahkan, potong atas. Jika dipotong 20
persen per orang per bulan, maka tiap bulan pendapatan yang diperoleh Rp. 600.000
untuk tiap orang. Jika mempekerjakan 100 orang, akan diperoleh 60 juta per
bulan.
Kesengsaraan yang ditimbulkan:
Pertama, sulit mendapatkan jenjang karir, atau mungkin tidak sama sekali. Kita
misalkan Sdr Budi. Kinerja, absensi dan kedisiplinan baik. Hasil kinerja Sdr
Budi cukup baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Tidak pernah
absen,apabila absen, karena sakit. Mengenai disiplin, 30 menit sebelum kerja
Sdr Budi sudah tiba di kantor, dan pekerjaan yang diberikan atasan selesai
sesuai deadline yang ditentukan. Namun, karena bekerja di bawah kekuasaan
perusahaan outsourcing, kemungkinan Sdr Budi. dipromosikan ke posisi lebih
tinggi sulit terwujud.
Pemotongan upah yang besar. Ini
kesengsaraan kedua. Jika perusahaan outsourcing tidak ada, perjanjian kerja
untuk waktu tertentu pasti dilakukan oleh perusahaan pemberi kerja secara
langsung, dengan begitu tidak ada pemotongan upah. Pekerja akan mendapat upah
penuh, walau status masih pekerja kontrak. Seperti yang disebutkan di atas,
pemotongan bisa mencapai 20 atau bahkan 30 persen dari upah yang diberikan
pemberi kerja.
Kesengsaraan ketiga, jaminan sosial
tenaga kerja tidak diurus. Jaminan sosial cenderung ditunda-tunda atau
terkadang tidak jelas kabarnyawalau sudah dilakukan pemotongan dari upah per
bulan tiap pekerja. Jaminan tersebut diperuntukkan saat si pekerja tidak lagi
bekerja atau sudah cukup usia untuk tidak bekerja. Kalau jaminan sosial
tersebut tidak dimiliki, itu sangat merugikan pekerja.
4.
Pasal 78
Lembur
Upah Kerja Lembur adalah upah yang
diterima pekerja atas pekerjaannya sesuai dengan jumlah waktu kerja lembur yang
dilakukannya. Perhitungan Upah Lembur didasarkan upah bulanan dengan cara
menghitung upah sejam adalah 1/173 upah sebulan. Berdasarkan ketentuan yang
tertuang dalam Kepmenakertrans No. 102/MEN/VI/2004.
Yang harus dipahamin bahwa lembur
bukan merupakan Penghasilan dan Lembur itu adalah sukarela. Kedua hal itu
penting untuk di”mind set” kan sebab tidak selamanya pekerja/buruh akan
melakukan kerja lembur. Setelah bekerja beberapa tahun dapat saja pekerja/buruh
memperoleh posisi yang sudah tidak lagi membutuhkan lemburan. Selain itu tidak
setiap saat pekerja/buruh sedia melaksanakan pekerjaan melewati waktu kerja
karena adanya kebutuhan lain yang mesti dikerjakan pada saat yang bersamaan.
Disamping itu ada satu hal penting lain yang mestinya menjadi bahan
pertimbangan seorang pekerja/buruh melaksanakan lembur meski tidak mudah
dilakukan adalah pada waktu perintah untuk lembur diberikan segera sediakan
Formulir Lembur untuk diisi dan ditanda tangani oleh pekerja/buruh dengan
pejabat berwenang atau yang memerintahkan lembur disesuaikan dengan
masing-masing perusahaan. Jelas diatur dalam Kepmen bahwa untuk melakukan kerja
lembur harus ada perintah tertulis dan persetujuan tertulis dari kedua belah
pihak antara pekerja/buruh dan pejabat yang memerintahkan lembur. Dalam
peraturan ketenagakerjaan waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling
banyak 3 jam dalam 1 hari dan 14 jam dalam 1 minggu.
Perusahaan yang mempekerjakan
pekerja/buruh selama waktu kerja lembur berkewajiban untuk; membayar upah kerja
lembur, memberi kesempatan untuk istirahat secukupnya dan memberikan makanan
dan minuman sekurang-kurangnya 1400 kalori apabila kerja lembur dilakukan
selama 3 jam atau lebih. Perhitungan upah lembur sesuai Pasal 8 Kepmen 102/2004
didasarkan pada upah bulanan dimana cara menghitung upah sejam adalah 1/173
kali upah sebulan. Angka 173 itu didapat dari ini: di dalam 1 tahun terdiri
dari 52 Minggu, 1 Minggu karyawan kerja 40 jam. Dalam 1 tahun karyawan bekerja
52 minggu x 40 jam = 2080 jam. Dalam 1 bulan karyawan bekerja 2080/12 = 173,333
dibulatkan menjadi 173. Diambil hitungan 52 Minggu dalam 1 tahun bukan 4 minggu
dalam sebulan karena jumlah hari dalam 1 bulan lebih dari 4 minggu. Dan perhitungan
lembur antara hari kerja dan hari libur dibedakan.
Sesuai ketentuan dalam Kepmen
102/2004 Pasal 10 dalam hal upah terdiri dari Upah Pokok dan Tunjangan Tetap
maka dasar perhitungan upah lembur adalah 100 % (seratus perseratus) dari upah.
Dalam hal upah terdiri dari upah
pokok, tunjangan tetap dan tunjangan tidak tetap, apabila upah pokok tambah
tunjangan tetap lebih kecil dari 75 % (tujuh puluh lima perseratus) keseluruhan
upah maka dasar perhitungan upah lembur 75 %. (tujuh puluh lima perseratus)
dari keseluruhan upah.
Cara perhitungan lembur ini sekali
lagi landasannya adalah Kepmen 102/2004. Apabila lebih rendah dari ketentuan UU
maka hal itu tidak diperkenankan.
Sumber : http://cintyasherry.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar