Kamis, 20 Juni 2013

HUBUNGAN INDUSTRIAL

HUBUNGAN INDUSTRIAL ERA BARU PARADIGMA LAMPAU

Hubungan Industrial adalah sistem hubungan antara para pelaku produksi barang dan jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh dan pemerintah. Di Indonesia idealnya sebagai negara yang menganut azas negara Pancasila dan UUD 1945. yang sudah menjadikan nilai-nilai tersebut atas kesepakatan bangsa sebagai konsensus nasional yang semestinya diikuti dan dilaksanakan secara nyata bukan hanya sekedar lipstick belaka dalam proses pergaulan dan pelaksanaan hubungan industrial.
Sistem hubungan industrial adalah suatu formulasi dan strategi untuk mensinergikan kekuatan para pelaku agar dapat tercapai produksi barang dan jasa secara optimal sekaligus mengatur benturan kepentingan antara pelaku-pelaku dalam hubungan industrial tersebut.

Hubungan antara pengusaha dan pekerja/buruh adalah pola hubungan yang paradoks,satu sisi pengusaha dan pekerja/buruh dalam proses mempunyai kepentingan dan tujuan yang sama agar menghasilkan barang/jasa secara optimal, namun dalam sisi yang lain dalam hal pembagian hasil pencapaian proses dan distribusi kemakmuran kedua pihak terjebak dalam sifat manusia sebagai homo homoni lupus. Cenderung egois, menjadi manusia “serigala” pemangsa manusia yang lain.

Pertanyaannya adalah, Mengapa sistem hubungan industrial di Indonesia dalam era reformasi ini tidak segera mengurai kompleksitas masalah ketenagakerjaan yang sekian lama sudah belum dapat diperbaiki, bahkan masalah ketenagakerjajan semakin hari semakin carut marut dengan kompleksitas problematik yang mepengaruhinya ? Dugaan awalnya bahwa dalam sistem HIP “Hubungan Industrial Pancasila” dimasa Rezim orde baru , kekuatan sistem dilakasanakan dan dipertahankan dengan Hyper kekuasaan yang memangsa komponen sistem yang lemah (pekerja/buruh). Pada saat itu Sikap kritis gerakan protes dari pekerja/buruh diberangus oleh penguasa dianggap ganguan dari sistem itu sendiri, Sistem ini beroperasi layaknya predator dalam rimbah, itupun masih ada kasus serupa yang tidak terungkap ke Publik.

Karaterristik sistem HI otoriter itu masih mengakar kuat dalam tataran praktis sampai saat ini, terasa banyak sekali campur tangan yang diluar sistem yang ingin mendapatkan pembagian kue dengan dalih “kekuasaan” dengan konsep KKN
kompleksitas masalah ketenegakerjaan tidak ditanggapi dengan dialog melainkan dengan intimidasi dan terror terhadap pekerja/buruh. contoh kasus terjadinya pembunuhan terhadap aktifis SPSI di jawa timur saudari (Alm) Marsinah., Dari luar sistem ini tampak stabil tapi fakta menunjukan setelah sekian puluh tahun bertahan, sistem ini akhirnya jebol juga seiring momentum perlawanan rakyat terhadap sistem negara yang dilaksanakan secara otoriter dalam segala dimensi kehidupan.

Dirubah menjadi HII ” Hubungan Industrial Indonesia”di era reformasi yang menuntut katerbukaan, keadilan dan kemitraan. Telah sekian lama berjalan masih belum kita rasakan perubahan yang signifikan karena kita belum dapat merubah paradigma itu “ Paradigma Lampau”. Perubahan yang dialukakan baru sebatas kulit belum menyentuh isi yang terkandung.
Dalam sistem HII di era reformasi, Hubungan antara pelaku mestinya dibangun diatas landasan keterbukaan, Keadilan (fairness) dan kemauan untuk berbagi baik dalam beban dan tantangan maupun berbagi dalam hal hasil pencapaian produksi atau distribusi kemakmuran. Dalam sistem ini protes/kritik dari buruh adalah bagian dari sistem yang harus dilihat sebagai dinamika komunikasi untuk mengelola kompleksitas masalah tenagakerjaan yang super kompleks idealnya dalam pelaksanaan HI jadikanlah lawan bicara sebagai teman berfikir untuk mencari solusi terbaik yang WIN WIN SOLUTION.

Di era globalisasi ini pasar dan akses informasi yang tanpa batas, paradigma hubungan pengusaha dengan pekerja/buruh harus segera berubah.Dalam proses,kedua pihak harus bersinergi agar mampu melewati dan melampaui tantangan global,demikian juga dalam pembagian hasil pencapaian atau distribusi kemakmuran,pengusaha harus legowo untuk berbagi,bukankah hubungan kedua pihak didasari atas prinsip kemitraan ? karena keduanya saling membutuhkan.

Substansi dari sebuah mitra adalah pihak yang sekian lama menikmati kemakmuran mau berbagi untuk mengangkat derajat mitranya yang belum makmur, karena hakikatnya kemakmuran yang dirasakan selama ini merupakan hasil dari perjuangan bersama.Bukan sebaliknya, pihak yang telah makmur berdiam di menara gading kemakmuran sambil melihat dari jauh mitranya yang tersengal-sengal dilereng kemiskinan akibat pelaksanaan Upah Minimum yang dijadikan sebagai Upah Maksimum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar