HUBUNGAN INDUSTRIAL ERA BARU PARADIGMA LAMPAU
Hubungan Industrial adalah sistem hubungan antara para pelaku produksi
barang dan jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh dan
pemerintah. Di Indonesia idealnya sebagai negara yang menganut azas
negara Pancasila dan UUD 1945. yang sudah menjadikan nilai-nilai
tersebut atas kesepakatan bangsa sebagai konsensus nasional yang
semestinya diikuti dan dilaksanakan secara nyata bukan hanya sekedar
lipstick belaka dalam proses pergaulan dan pelaksanaan hubungan
industrial.
Sistem hubungan industrial adalah suatu formulasi
dan strategi untuk mensinergikan kekuatan para pelaku agar dapat
tercapai produksi barang dan jasa secara optimal sekaligus mengatur
benturan kepentingan antara pelaku-pelaku dalam hubungan industrial
tersebut.
Hubungan antara pengusaha dan
pekerja/buruh adalah pola hubungan yang paradoks,satu sisi pengusaha
dan pekerja/buruh dalam proses mempunyai kepentingan dan tujuan yang
sama agar menghasilkan barang/jasa secara optimal, namun dalam sisi yang
lain dalam hal pembagian hasil pencapaian proses dan distribusi
kemakmuran kedua pihak terjebak dalam sifat manusia sebagai homo homoni
lupus. Cenderung egois, menjadi manusia “serigala” pemangsa manusia yang
lain.
Pertanyaannya adalah, Mengapa sistem hubungan
industrial di Indonesia dalam era reformasi ini tidak segera mengurai
kompleksitas masalah ketenagakerjaan yang sekian lama sudah belum dapat
diperbaiki, bahkan masalah ketenagakerjajan semakin hari semakin carut
marut dengan kompleksitas problematik yang mepengaruhinya ? Dugaan
awalnya bahwa dalam sistem HIP “Hubungan Industrial Pancasila” dimasa
Rezim orde baru , kekuatan sistem dilakasanakan dan dipertahankan
dengan Hyper kekuasaan yang memangsa komponen sistem yang lemah
(pekerja/buruh). Pada saat itu Sikap kritis gerakan protes dari
pekerja/buruh diberangus oleh penguasa dianggap ganguan dari sistem itu
sendiri, Sistem ini beroperasi layaknya predator dalam rimbah, itupun
masih ada kasus serupa yang tidak terungkap ke Publik.
Karaterristik sistem HI otoriter itu masih mengakar kuat dalam tataran
praktis sampai saat ini, terasa banyak sekali campur tangan yang
diluar sistem yang ingin mendapatkan pembagian kue dengan dalih
“kekuasaan” dengan konsep KKN
kompleksitas masalah ketenegakerjaan
tidak ditanggapi dengan dialog melainkan dengan intimidasi dan terror
terhadap pekerja/buruh. contoh kasus terjadinya pembunuhan terhadap
aktifis SPSI di jawa timur saudari (Alm) Marsinah., Dari luar sistem ini
tampak stabil tapi fakta menunjukan setelah sekian puluh tahun
bertahan, sistem ini akhirnya jebol juga seiring momentum perlawanan
rakyat terhadap sistem negara yang dilaksanakan secara otoriter dalam
segala dimensi kehidupan.
Dirubah menjadi HII ” Hubungan
Industrial Indonesia”di era reformasi yang menuntut katerbukaan,
keadilan dan kemitraan. Telah sekian lama berjalan masih belum kita
rasakan perubahan yang signifikan karena kita belum dapat merubah
paradigma itu “ Paradigma Lampau”. Perubahan yang dialukakan baru
sebatas kulit belum menyentuh isi yang terkandung.
Dalam sistem
HII di era reformasi, Hubungan antara pelaku mestinya dibangun diatas
landasan keterbukaan, Keadilan (fairness) dan kemauan untuk berbagi baik
dalam beban dan tantangan maupun berbagi dalam hal hasil pencapaian
produksi atau distribusi kemakmuran. Dalam sistem ini protes/kritik dari
buruh adalah bagian dari sistem yang harus dilihat sebagai dinamika
komunikasi untuk mengelola kompleksitas masalah tenagakerjaan yang super
kompleks idealnya dalam pelaksanaan HI jadikanlah lawan bicara sebagai
teman berfikir untuk mencari solusi terbaik yang WIN WIN SOLUTION.
Di era globalisasi ini pasar dan akses informasi yang tanpa batas,
paradigma hubungan pengusaha dengan pekerja/buruh harus segera
berubah.Dalam proses,kedua pihak harus bersinergi agar mampu melewati
dan melampaui tantangan global,demikian juga dalam pembagian hasil
pencapaian atau distribusi kemakmuran,pengusaha harus legowo untuk
berbagi,bukankah hubungan kedua pihak didasari atas prinsip kemitraan ?
karena keduanya saling membutuhkan.
Substansi dari sebuah
mitra adalah pihak yang sekian lama menikmati kemakmuran mau berbagi
untuk mengangkat derajat mitranya yang belum makmur, karena hakikatnya
kemakmuran yang dirasakan selama ini merupakan hasil dari perjuangan
bersama.Bukan sebaliknya, pihak yang telah makmur berdiam di menara
gading kemakmuran sambil melihat dari jauh mitranya yang
tersengal-sengal dilereng kemiskinan akibat pelaksanaan Upah Minimum
yang dijadikan sebagai Upah Maksimum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar