HUBUNGAN INDUSTRIAL ERA BARU PARADIGMA LAMPAU
Hubungan Industrial adalah sistem hubungan antara para pelaku produksi
barang dan jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh dan
pemerintah. Di Indonesia idealnya sebagai negara yang menganut azas
negara Pancasila dan UUD 1945. yang sudah menjadikan nilai-nilai
tersebut atas kesepakatan bangsa sebagai konsensus nasional yang
semestinya diikuti dan dilaksanakan secara nyata bukan hanya sekedar
lipstick belaka dalam proses pergaulan dan pelaksanaan hubungan
industrial.
Sistem hubungan industrial adalah suatu formulasi
dan strategi untuk mensinergikan kekuatan para pelaku agar dapat
tercapai produksi barang dan jasa secara optimal sekaligus mengatur
benturan kepentingan antara pelaku-pelaku dalam hubungan industrial
tersebut.
Hubungan antara pengusaha dan
pekerja/buruh adalah pola hubungan yang paradoks,satu sisi pengusaha
dan pekerja/buruh dalam proses mempunyai kepentingan dan tujuan yang
sama agar menghasilkan barang/jasa secara optimal, namun dalam sisi yang
lain dalam hal pembagian hasil pencapaian proses dan distribusi
kemakmuran kedua pihak terjebak dalam sifat manusia sebagai homo homoni
lupus. Cenderung egois, menjadi manusia “serigala” pemangsa manusia yang
lain.
Pertanyaannya adalah, Mengapa sistem hubungan
industrial di Indonesia dalam era reformasi ini tidak segera mengurai
kompleksitas masalah ketenagakerjaan yang sekian lama sudah belum dapat
diperbaiki, bahkan masalah ketenagakerjajan semakin hari semakin carut
marut dengan kompleksitas problematik yang mepengaruhinya ? Dugaan
awalnya bahwa dalam sistem HIP “Hubungan Industrial Pancasila” dimasa
Rezim orde baru , kekuatan sistem dilakasanakan dan dipertahankan
dengan Hyper kekuasaan yang memangsa komponen sistem yang lemah
(pekerja/buruh). Pada saat itu Sikap kritis gerakan protes dari
pekerja/buruh diberangus oleh penguasa dianggap ganguan dari sistem itu
sendiri, Sistem ini beroperasi layaknya predator dalam rimbah, itupun
masih ada kasus serupa yang tidak terungkap ke Publik.
Karaterristik sistem HI otoriter itu masih mengakar kuat dalam tataran
praktis sampai saat ini, terasa banyak sekali campur tangan yang
diluar sistem yang ingin mendapatkan pembagian kue dengan dalih
“kekuasaan” dengan konsep KKN
kompleksitas masalah ketenegakerjaan
tidak ditanggapi dengan dialog melainkan dengan intimidasi dan terror
terhadap pekerja/buruh. contoh kasus terjadinya pembunuhan terhadap
aktifis SPSI di jawa timur saudari (Alm) Marsinah., Dari luar sistem ini
tampak stabil tapi fakta menunjukan setelah sekian puluh tahun
bertahan, sistem ini akhirnya jebol juga seiring momentum perlawanan
rakyat terhadap sistem negara yang dilaksanakan secara otoriter dalam
segala dimensi kehidupan.
Dirubah menjadi HII ” Hubungan
Industrial Indonesia”di era reformasi yang menuntut katerbukaan,
keadilan dan kemitraan. Telah sekian lama berjalan masih belum kita
rasakan perubahan yang signifikan karena kita belum dapat merubah
paradigma itu “ Paradigma Lampau”. Perubahan yang dialukakan baru
sebatas kulit belum menyentuh isi yang terkandung.
Dalam sistem
HII di era reformasi, Hubungan antara pelaku mestinya dibangun diatas
landasan keterbukaan, Keadilan (fairness) dan kemauan untuk berbagi baik
dalam beban dan tantangan maupun berbagi dalam hal hasil pencapaian
produksi atau distribusi kemakmuran. Dalam sistem ini protes/kritik dari
buruh adalah bagian dari sistem yang harus dilihat sebagai dinamika
komunikasi untuk mengelola kompleksitas masalah tenagakerjaan yang super
kompleks idealnya dalam pelaksanaan HI jadikanlah lawan bicara sebagai
teman berfikir untuk mencari solusi terbaik yang WIN WIN SOLUTION.
Di era globalisasi ini pasar dan akses informasi yang tanpa batas,
paradigma hubungan pengusaha dengan pekerja/buruh harus segera
berubah.Dalam proses,kedua pihak harus bersinergi agar mampu melewati
dan melampaui tantangan global,demikian juga dalam pembagian hasil
pencapaian atau distribusi kemakmuran,pengusaha harus legowo untuk
berbagi,bukankah hubungan kedua pihak didasari atas prinsip kemitraan ?
karena keduanya saling membutuhkan.
Substansi dari sebuah
mitra adalah pihak yang sekian lama menikmati kemakmuran mau berbagi
untuk mengangkat derajat mitranya yang belum makmur, karena hakikatnya
kemakmuran yang dirasakan selama ini merupakan hasil dari perjuangan
bersama.Bukan sebaliknya, pihak yang telah makmur berdiam di menara
gading kemakmuran sambil melihat dari jauh mitranya yang
tersengal-sengal dilereng kemiskinan akibat pelaksanaan Upah Minimum
yang dijadikan sebagai Upah Maksimum.
Kamis, 20 Juni 2013
PEMBERIAN
UPAH DAN KESEJAHTERAAN BURUH
Menurut Pasal 1 ayat 30 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (Pasal 88 ayat 1 No. 13/2003). Kebijakan pemerintah mengenai pengupahan yang melindungi pekerja/buruh meliputi:
• upah minimum
• upah kerja lembur
• upah tidak masuk kerja karena berhalangan
• upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya;
• upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;
• bentuk dan cara pembayaran upah
• denda dan potongan upah;
• hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;
• struktur dan skala pengupahan yang proporsional;
• upah untuk pembayaran pesangon; dan
• upah untuk perhitungan pajak penghasilan.
Pemberian Upah merupakan suatu imbalan/balas jasa dari perusahaan kepada tenaga kerjanya atas prestasi dan jasa yang disumbangkan dalam kegiatan produksi. Upah kerja yang diberikan biasanya tergantung pada:
• Biaya keperluan hidup minimum pekerja dan keluarganya
• Peraturan perundang – undangan yang mengikat tentang Upah Minimum Regional (UMR)
• Kemampuan dan Produktivitas perusahaan
• Jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi.
• Perbedaan jenis pekerjaan
b. Peranan gaji
Peranan gaji dapat ditinjau dari dua pihak, yaitu :
a. Aspek pemberi kerja (majikan) adalah manager
Gaji merupakan unsur pokok dalam menghitung biaya produksi dan komponen dalam menentukan harga pokok yang dapat menentukan kelangsungan hidup perusahaan. Apabila suatu perusahaan memberikan gaji terlalu tinggi maka, akan mengakibatkan harga pokok tinggi pula dan bila gaji yang diberikan terlalu rendah akan mengakibatkan perusahaan kesulitan mencari tenaga kerja.
b. Aspek penerima kerja
Gaji merupakan penghasilan yang diterima oleh seseorang dan digunakan untuk memenuhi kebutuhannya. Gaji bukanlah merupakan satu – satunya motivasi karyawan dalam berprestasi, tetapi gaji merupakan salah satu motivasi penting yang ikut mendorong karyawan untuk berprestasi, sehingga tinggi rendahnya gaji yang diberikan akan mempengaruhi kinerja dan kesetiaan karyawan.
Fungsi Penggajian
Fungsi gaji bukan hanya membantu manajer personalia dalam menentukan gaji yang adil dan layak saja, tetapi masih ada fungsi-fungsi yang lain, yaitu (p. 164) :
1. Untuk menarik pekerja yang mempunyai kemampuan ke dalam organisasi
2. Untuk mendorong pekerja agar menunjukkan prestasi yang tinggi
3. Untuk memelihara prestasi pekerja selama periode yang panjang
Tujuan Penggajian
Tujuan penggajian, antara lain :
a. Ikatan kerja sama
Dengan pemberian gaji terjalinlah ikatan kerja sama formal antara majikan dengan karyawan. Karyawan harus mengerjakan tugas – tugasnya dengan baik, sedangkan pengusaha atau majikan wajib membayar gaji sesuai dengan perjanjian yang disepakati.
b. Kepuasan kerja
Dengan balas jasa, karyawan akan dapat memenuhi kebutuhan – kebutuhan fisik, status sosial, dan egoistiknya sehingga memperoleh kepuasan kerja dari jabatannya.
c. Pengadaan efektif
Jika program gaji ditetapkan cukup besar, pengadaan karyawan yang qualified untuk perusahaan akan lebih mudah.
d. Motivasi
Jika balas jasa yang diberikan cukup besar, manajer akan mudah memotivasi bawahannya.
e. Stabilitas karyawan
Dengan program kompensasi atas prinsip adil dan layak serta eksternal konsistensi yang kompentatif maka stabilitas karyawan lebih terjamin karena turnover relatif kecil.
f. Disiplin
Dengan pemberian balas jasa yang cukup besar maka disiplin karyawan semakin baik. Karyawan akan menyadari serta mentaati peraturan – peraturan yang berlaku.
g. Pengaruh serikat buruh
Dengan program kompensasi yang baik pengaruh serikat buruh dapat dihindarkan dan karyawan akan berkonsentrasi pada pekerjaannya.
h. Pengaruh pemerintah
Jika program gaji sesuai dengan undang – undang yang berlaku (seperti batas gaji minimum) maka intervensi pemerintah dapat dihindarkan.
Di Indonesia dikenal beberapa sistem pemberian upah, yaitu :
1. Upah menurut waktu Sistem upah dimana besarnya upah didasarkan pada lama bekerja seseorang. Satuan waktu dihitung per jam, per hari, per minggu atau per bulan. Misalnya pekerja bangunan dibayar per hari / minggu.
2. Upah menurut satuan hasil Menurut sistem ini, besarnya upah didasarkan pada jumlah barang yang dihasilkan oleh seseorang. Satuan hasil dihitung per potong barang, per satuan panjang, atau per satuan berat. Misal upah pemetik daun teh dihitung per kilo.
3. Upah borongan
4. Sistem bonus Sistem bonus adalah pembayaran tambahan diluar upah atau gaji yang ditujukan untuk merangsang (memberi insentif) agar pekerja dapat menjalankan tugasnya lebih baik dan penuh tanggungjawab, dengan harapan keuntungan lebih tinggi. Makin tinggi keuntungan yang diperoleh makin besar bonus yang diberikan pada pekerja.
5. Sistem mitra usaha Dalam sistem ini pembayaran upah sebagian diberikan dalam bentuk saham perusahaan, tetapi saham tersebut tidak diberikan kepada perorangan melainkan pada organisasi pekerja di perusahaan tersebut. Dengan demikian hubungan kerja antara perusahaan dengan pekerja dapat ditingkatkan menjadi hubungan antara perusahaan dan mitra kerja.
c. Tunjangan
Tunjangan adalah tambahan benefit yang ditawarkan perusahan pada pekerjanya. Ada 2 macam tunjangan, tunjangan tetap dan tidak tetap. Yang dimaksud tunjangan tetap adalah tunjangan yang diberikan secara rutin per bulan yang besarannya relatif tetap, contoh: tunjangan jabatan, tunjangan keluarga, tunjangan keahlian/profesi
Sedangkan, tunjangan tidak tetap adalah tunjangan yang penghitungannya berdasarkan kehadiran atau performa kerja, seperti tunjangan transportasi, tunjangan makan, insentif, biaya operasional
Dengan pemberian tunjangan kinerja karyawan yang diterapkan dengan tepat dalam suatu Instansi Perusahaan . Diantara manfaat yang diperoleh dari diberikannya tunjangan kinerja karyawan adalah :
a) Memperbaiki semangat dan kesetiaan karyawan;
b) Menurunkan tingkat absensi dan kedisiplinan karyawan/staf;
c) Memperbaiki hubungan antar karyawan/staf;
d) Mengurangi pengaruh organisasi baik yang ada maupun yang potensial;
sumber:
http://m.gajimu.com/main/pekerjaan-yanglayak/pekerjaan-yang-layak/upah-kerja
undang-undang tenaga kerja
UNDANG – UNDANG TENAGA KERJA NO. 13
TAHUN 2003
1. Pasal 52-54
Perjanjian Kerja/Kontrak Kerja
Memiliki kontrak kerja sangat
penting dalam hubungan profesional. Tanpa kontrak kerja, kejelasan tentang hak
dan kewajiban menjadi tak terjamin. Oleh karena itu ada hal-hal yang perlu
dicermati dalam kontrak kerja.
- Mengikat pengusaha dan pegawai
Bagi pegawai, kontrak kerja
merupakan pernyataan setuju bergabung dalam perusahaan sebagai karyawan dengan
sejumlah ketentuan. Di sini, kontrak kerja bisa berfungsi sebagai pemberi rasa
aman. Selain itu, juga berisi rincian tugas dan tanggung jawab.
- Dibuat dengan Jelas
Undang-Undang No.13/ 2003 Tentang
Ketenagakerjaan Pasal 52 ayat d menyebutkan, pengusaha tidak boleh memberi
kewajiban kerja yang bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sebuah kontrak kerja, menurut Pasal
54 ayat 1 UU No.13/2003, harus memuat:
a)
Nama, alamat perusahaan, dan jenis perusahaan.
b)
Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh.
c)
Jabatan atau jenis pekerjaan.
d) Tempat
pekerjaan.
e)
Besarnya upah dan cara pembayarannya.
f)
Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh.
g)
Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja.
h)
Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat.
i)
Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.
- Tambahan yang perlu diperhatikan
a)
Tunjangan & fasilitas: Banyak perusahaan memberikan gaji kotor, sehingga
pegawai mendapati pemotongan pada gajinya. Perhatikan juga tunjangan kesehatan,
atau fasilitas kendaraan.
b)
Masalah pengangkatan: Perhatikan untuk kemungkinan pengangkatan. Apakah harus
melalui masa percobaan dahulu, jika ya, berapa lama masa percobaan.
c)
Kontrak khusus: Jika perusahaan melakukan pengembangan dan kita turut serta
didalamnya, cermati apakah pemindahan ini bersifat permanen dan status kita.
Apakah sama dengan sebelumnya, atau mengikuti perusahaan yang baru.
d) Jadwal
kerja: Dalam kontrak kerja, tertulis jadwal kerja yang harus dipatuhi. Lokasi
kerja juga harus disebutkan. Di samping itu, tanyakan juga jika menjalani kerja
lembur, kita harus diberi fasilitas tertentu.
e)
Pemutusan hubungan kerja: Pasal ini membahas kondisi yang bisa menyebabkan
pegawai dikeluarkan jika terjadi pelanggaran. Karena itu, kita perlu tahu
kondisi-kondisi seperti apakah yang membuat seorang pegawai dikeluarkan.
f)
Kontrak kerja masa percobaan: Kontrak kerja ada beberapa macam, untuk pegawai
tetap, untuk jangka waktu tertentu, atau proyek tertentu. Untuk kontrak jangka
waktu tertentu atau sering disebut masa percobaan, umumnya tiga bulan. Dalam
masa ini, ada perusahaan yang memberikan kontrak kerja, ada pula yang tidak. Di
dalam kontrak masa percobaan, perlu ada kriteria yang menentukan kompetensi
seorang calon pegawai diangkat sebagai pegawai tetap. Juga ada penjelasan
seandainya kita merasa tidak cocok dan ingin berhenti sebelum waktu kontrak
berakhir, apakah juga bisa berhenti sewaktu-waktu.
2.
Pasal 64; 65; 66
Outsourcing
Outsourcing tidak dapat dipandang
secara jangka pendek saja, dengan menggunakan outsourcing perusahaan pasti akan
mengeluarkan dana lebih sebagai management fee perusahaan outsourcing.
Outsourcing harus dipandang secara jangka panjang, mulai dari pengembangan
karir karyawan, efisiensi dalam bidang tenaga kerja, organisasi, benefit dan
lainnya. Perusahaan dapat fokus pada kompetensi utamanya dalam bisnis sehingga
dapat berkompetisi dalam pasar, dimana hal-hal intern perusahaan yang bersifat
penunjang (supporting) dialihkan kepada pihak lain yang lebih profesional. Pada
pelaksanaannya, pengalihan ini juga menimbulkan beberapa permasalahan terutama
masalah ketenagakerjaan.
Diketahui bahwa pihak Pemerintah
melalui pejabat instansi ketenagakerjaan memiliki kewenangan menentukan sah
atau tidak suatu jenis pekerjaan yang dilakukan dengan sistem outsourcing.
Pada prinsipnya, pekerja outsourcing tidak dimaksudkan
untuk pekerjaan yangberhubungan langsung dengan proses produksi. Sehingga,
dapat disimpulkan pengertian frasa “antara lain” dalam penjelasan pasal
tersebut sifatnya terbuka sepanjang tidak melanggar ketentuan Pasal 66 ayat (1)
UUK.
Outsourcing (Alih daya) sebagai
suatu penyediaan tenaga kerja oleh pihak lain dilakukan dengan terlebih dahulu
memisahkan antara pekerjaan utama (core business) dengan pekerjaan
penunjang perusahaan (non core business) dalam suatu dokumen tertulis
yang disusun oleh manajemen perusahaan. Dalam melakukan outsourcing perusahaan
pengguna jasa outsourcing bekerjasama dengan perusahaan outsourcing, dimana
hubungan hukumnya diwujudkan dalam suatu perjanjian kerjasama yang memuat
antara lain tentang jangka waktu perjanjian serta bidang-bidang apa saja yang
merupakan bentuk kerjasama outsourcing. Karyawan outsourcing menandatangani
perjanjian kerja dengan perusahaan outsourcing untuk ditempatkan di perusahaan
pengguna outsourcing.
Karyawan outsourcing selama
ditempatkan diperusahaan pengguna jasa outsourcing wajib mentaati ketentuan
kerja yang berlaku pada perusahaan outsourcing, dimana hal itu harus
dicantumkan dalam perjanjian kerjasama. Mekanisme Penyelesaian perselisihan
ketenagakerjaan diselesaikan secara internal antara perusahaan outsourcing
dengan perusahaan pengguna jasa outsourcing, dimana perusahaan outsourcing
seharusnya mengadakan pertemuan berkala dengan karyawannya untuk membahas
masalah-masalah ketenagakerjaan yang terjadi dalam pelaksanaan outsourcing.
3.
Pasal 35 dan 37
Masalah pada Pasal 35 ayat (1),
“Pemberi kerja yang memerlukan tenaga kerja dapat merekrut sendiri tenaga kerja
yang dibutuhkan atau melalui pelaksana penempatan tenaga kerja.” Dan ditambah
dengan Pasal 37 ayat (1), “Pelaksana penempatan tenaga kerja sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) terdiri dari: (a) instansi pemerintah yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan; dan (b) lembaga swasta berbadan
hukum.” Dan dilengkapi dengan Pasal 56 ayat (1), “Perjanjian kerja dibuat untuk
waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu.”
Ketiga pasal tersebut, dilengkapi
dengan pasal lain yang relevan, melahirkan dua istilah baru: pekerja kontrak
dan outsourcing. Perusahaan, baik swasta atau BUMN, yang membutuhkan tenaga
kerja baru dengan menggunakan manajemen rekrutmen sendiri, dan membuat sendiri
perjanjian kerja untuk waktu tertentu, status pekerjanya disebut kontrak. Mulai
dari publikasi lowongan kerja, menyelenggarakan test tertulis dan wawancara,
semuanya dilakukan oleh perusahaan terkait. Sebaliknya, sebuah perusahaan yang
menggunakan jasa lembaga atau perusahaan lain berdasarkan ketentuan yang sudah
disepakati bersama untuk mencari tenaga kerja baru, status pekerjanya disebut
outsourcing. Dan, perusahaannya disebut perusahaan outsourcing. Dalam hal ini,
perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja tak perlu repot-repot mempersoalkan
proses rekrutmen. Terima jadi saja.
Berpedoman pada undang-undang nomor
13 tersebut, perusahaan penyedia jasa atau perusahaan outsourcing memungut
biaya penempatan kerja dari pengguna tenaga kerja dan dari tenaga kerja
terkait, disesuaikan dengan golongan dan jabatannya. Artinya, ada dua
keuntungan yang didapat. Kita gunakan hitungan matematis. Misalkan upah staff
biasa yang diberikan pemberi kerja kepada perusahaan outsourcing 3 juta per
bulan, tentu uang tersebut tidak serta merta langsung diberikan penuh kepada
tenaga kerja. Ada pemotongan. Diistilahkan, potong atas. Jika dipotong 20
persen per orang per bulan, maka tiap bulan pendapatan yang diperoleh Rp. 600.000
untuk tiap orang. Jika mempekerjakan 100 orang, akan diperoleh 60 juta per
bulan.
Kesengsaraan yang ditimbulkan:
Pertama, sulit mendapatkan jenjang karir, atau mungkin tidak sama sekali. Kita
misalkan Sdr Budi. Kinerja, absensi dan kedisiplinan baik. Hasil kinerja Sdr
Budi cukup baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Tidak pernah
absen,apabila absen, karena sakit. Mengenai disiplin, 30 menit sebelum kerja
Sdr Budi sudah tiba di kantor, dan pekerjaan yang diberikan atasan selesai
sesuai deadline yang ditentukan. Namun, karena bekerja di bawah kekuasaan
perusahaan outsourcing, kemungkinan Sdr Budi. dipromosikan ke posisi lebih
tinggi sulit terwujud.
Pemotongan upah yang besar. Ini
kesengsaraan kedua. Jika perusahaan outsourcing tidak ada, perjanjian kerja
untuk waktu tertentu pasti dilakukan oleh perusahaan pemberi kerja secara
langsung, dengan begitu tidak ada pemotongan upah. Pekerja akan mendapat upah
penuh, walau status masih pekerja kontrak. Seperti yang disebutkan di atas,
pemotongan bisa mencapai 20 atau bahkan 30 persen dari upah yang diberikan
pemberi kerja.
Kesengsaraan ketiga, jaminan sosial
tenaga kerja tidak diurus. Jaminan sosial cenderung ditunda-tunda atau
terkadang tidak jelas kabarnyawalau sudah dilakukan pemotongan dari upah per
bulan tiap pekerja. Jaminan tersebut diperuntukkan saat si pekerja tidak lagi
bekerja atau sudah cukup usia untuk tidak bekerja. Kalau jaminan sosial
tersebut tidak dimiliki, itu sangat merugikan pekerja.
4.
Pasal 78
Lembur
Upah Kerja Lembur adalah upah yang
diterima pekerja atas pekerjaannya sesuai dengan jumlah waktu kerja lembur yang
dilakukannya. Perhitungan Upah Lembur didasarkan upah bulanan dengan cara
menghitung upah sejam adalah 1/173 upah sebulan. Berdasarkan ketentuan yang
tertuang dalam Kepmenakertrans No. 102/MEN/VI/2004.
Yang harus dipahamin bahwa lembur
bukan merupakan Penghasilan dan Lembur itu adalah sukarela. Kedua hal itu
penting untuk di”mind set” kan sebab tidak selamanya pekerja/buruh akan
melakukan kerja lembur. Setelah bekerja beberapa tahun dapat saja pekerja/buruh
memperoleh posisi yang sudah tidak lagi membutuhkan lemburan. Selain itu tidak
setiap saat pekerja/buruh sedia melaksanakan pekerjaan melewati waktu kerja
karena adanya kebutuhan lain yang mesti dikerjakan pada saat yang bersamaan.
Disamping itu ada satu hal penting lain yang mestinya menjadi bahan
pertimbangan seorang pekerja/buruh melaksanakan lembur meski tidak mudah
dilakukan adalah pada waktu perintah untuk lembur diberikan segera sediakan
Formulir Lembur untuk diisi dan ditanda tangani oleh pekerja/buruh dengan
pejabat berwenang atau yang memerintahkan lembur disesuaikan dengan
masing-masing perusahaan. Jelas diatur dalam Kepmen bahwa untuk melakukan kerja
lembur harus ada perintah tertulis dan persetujuan tertulis dari kedua belah
pihak antara pekerja/buruh dan pejabat yang memerintahkan lembur. Dalam
peraturan ketenagakerjaan waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling
banyak 3 jam dalam 1 hari dan 14 jam dalam 1 minggu.
Perusahaan yang mempekerjakan
pekerja/buruh selama waktu kerja lembur berkewajiban untuk; membayar upah kerja
lembur, memberi kesempatan untuk istirahat secukupnya dan memberikan makanan
dan minuman sekurang-kurangnya 1400 kalori apabila kerja lembur dilakukan
selama 3 jam atau lebih. Perhitungan upah lembur sesuai Pasal 8 Kepmen 102/2004
didasarkan pada upah bulanan dimana cara menghitung upah sejam adalah 1/173
kali upah sebulan. Angka 173 itu didapat dari ini: di dalam 1 tahun terdiri
dari 52 Minggu, 1 Minggu karyawan kerja 40 jam. Dalam 1 tahun karyawan bekerja
52 minggu x 40 jam = 2080 jam. Dalam 1 bulan karyawan bekerja 2080/12 = 173,333
dibulatkan menjadi 173. Diambil hitungan 52 Minggu dalam 1 tahun bukan 4 minggu
dalam sebulan karena jumlah hari dalam 1 bulan lebih dari 4 minggu. Dan perhitungan
lembur antara hari kerja dan hari libur dibedakan.
Sesuai ketentuan dalam Kepmen
102/2004 Pasal 10 dalam hal upah terdiri dari Upah Pokok dan Tunjangan Tetap
maka dasar perhitungan upah lembur adalah 100 % (seratus perseratus) dari upah.
Dalam hal upah terdiri dari upah
pokok, tunjangan tetap dan tunjangan tidak tetap, apabila upah pokok tambah
tunjangan tetap lebih kecil dari 75 % (tujuh puluh lima perseratus) keseluruhan
upah maka dasar perhitungan upah lembur 75 %. (tujuh puluh lima perseratus)
dari keseluruhan upah.
Cara perhitungan lembur ini sekali
lagi landasannya adalah Kepmen 102/2004. Apabila lebih rendah dari ketentuan UU
maka hal itu tidak diperkenankan.
Sumber : http://cintyasherry.wordpress.com
Selasa, 30 April 2013
hubungan industrial pancasila
HUBUNGAN INDUSTRIAL PANCASILA
1. Pengertian
Hubungan Industrial Pancasila adalah hubungan antara para pelaku dalam proses produksi barang dan jasa (pekerja, pengusaha dan pemerintah) didasarkan atas nilai yang merupakan manisfestasi dari keseluruhan sila-sila dari pancasila dan Undang-undang 1945 yang tumbuh dan berkembang diatas kepribadian bangsa dan kebudayaan nasional Indonesia.
2. Tujuan
Tujuan hubungan industrial pancasila adalah :
a) Mensukseskan pembangunan dalam rangka mengemban cita-cita bangsa Indonesia yaitu masyarakat adil dan makmur.
b) Ikut berperan dalam melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
c) Menciptakan ketenangan, ketentraman dan ketertiban kerja serta ketenangan usaha.
d) Meningkatkan produksi dan produktivitas kerja.
e) Meningkatkan kesejahteraan pekerja serta derajadnya sesuai dengan martabatnya manusia.
3. Landasan
a) Hubungan Industrial Pancasila mempunyai landasan idiil yaitu Pancasila dan landasan konstitusional adalah UUD’45. secara operasional berlandaskan GBHN serta ketentuan-ketentuan pelaksanaannya yang diatur oleh pemerintah.
b) Hubungan industrial pancasila juga berlandaskan kepada kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah untuk menciptakan keamanan nasional dan stabilitas nasional.
B. Pokok-pokok Pikiran dan Pandangan Hubungan Industrial Pancasila
1. Pokok-pokok Pikiran
a) Keseluruhan sila-sila dari pada pancasila secara utuh dan bulat yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
b) Pengusaha dan pekerja tidak dibedakan karena golongan, kenyakinan, politik, paham, aliran, agama, suku maupun jenis kelamin.
c) Menghilangkan perbedaan dan mengembangkan persamaan serta perselisihan yang timbul harus diselesaikan melalui musyawarah untuk mufakat.
2. Asas-asas untuk mencapai tujuan
a) Asas-asas pembangunan nasional yang tertuang dalam GBHN seperti asas manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, demokrasi, adil dan merata, serta keseimbangan.
b) Asas kerja yaitu pekerja dan pengusaha merupakan mitra dalam proses produksi.
3. Sikap mental dan sikap social
Sikap social adalah kegotong-royongan, toleransi, saling menghormati. Dalam hubungan industrial pancasila tidak ada tempat bagi sikap saling berhadapan/ sikap penindasan oleh yang kuat terhadap yang lemah.
C. Pelaksanaan Hubungan Industrial Pancasila
1. Lembaga kerjasama Bipartit dan Tripartit
a. Lembaga kerjasama bipartite dikembangkan perusahaan agar komunikasi antar pihak pekerja dan pihak pengusaha selalu berjalan dengan lancer.
b. Lembaga kerjasama tripartite dikembangkan sebagai forum komunikasi, konsultasi dan dialog antar ketiga pihak tersebut.
2. Kesepakatan Kerja Bersama (KKB)
a. Melalui kesepakatan kerja bersama dapat diwujudkan suatu proses musyawarah dan mufakat dalam mewujudkan kesepakatan kerja bersama.
b. Dalam kesepakatan kerja bersama semangat hubungan industrial pancasila perlu mendapat perhatian.
c. Setiap kesepakatan kerja bersama supaya paling sedikit harus memiliki suatu pendahuluan/mukadimah yang mencerminkan falsafah hubungan industrial pancasila.
3. Kelembagaan penyelesaian perselisihan industrial
a. Lembaga yang diserahi tugas penyelesaian perselisihan industrial perlu ditingkatkan peranannya melalui peningkatan kemampuan serta integritas personilnya.
b. Kelembagaan penyelesaian perselisihan baik pegawai perantara, arbitrase P4D/P4P yang berfungsi dengan baik akan dapat menyelesaikan perselisihan dengan cepat, adil, terarah dan murah.
4. Peraturan perundangan ketenagakerjaan
a. Peraturan perundangan berfungsi melindungi pihak yang lemah terhadap pihak yang kuat dan memberi kepastian terhadap hak dan kewajibannya masing-masing.
b. Setiap peraturan perundangan ketenagakerjaan harus dijiwai oleh falsafah hubungan industrial pancasila. Karena itu kalau perlu diciptakan peraturan perundangan yang baru yang dapat mendorong pelaksanaan hubungan industrial pancasila.
5. Pendidikan hubungan industrial
a. Agar falsafah hubungan industrial pancasila dipahami oleh masyarakat, maka falsafah itu disebarluaskan baik melalui penyuluhan maupun melalui pendidikan.
b. Penyuluhan dan pendidikan mengenai hubungan industrial pancasila ini perlu dilakukan baik kepada pekerja/serikat pekerja maupun pengusaha dan juga aparat pemerintah.
D. Beberapa masalah khusus yang harus dipecahkan dalam pelaksanaan hubungan industrial pancasila
1. Masalah pengupahan
Apabila didalam perusahaan dapat diciptakan suatu system pengupahan yang akibat akan dapat menciptakan ketenagakerjaan, ketenangan usaha serta peningkatan produktivitas kerja. Apabila didalam perusahaan tidak dapat diciptakan suatu system pengupahan yang baik, maka upah akan selalu menjadi sumber perselisihan didalam perusahaan.
2. Pemogokan
Pemogokan akan dapat merusak hubungan antara pekerja dan pengusaha. Hak mogok diakui dan diatur penggunaannya. Oleh sebab itu walaupun secara yuridis dibenarkan tetapi secara filosofis harus dihindari.
Sumber : dwianggina.wordpress.com
hubungan industrial pancasila
HUBUNGAN INDUSTRIAL PANCASILA
1. Pengertian
Hubungan Industrial Pancasila adalah hubungan antara para pelaku dalam proses produksi barang dan jasa (pekerja, pengusaha dan pemerintah) didasarkan atas nilai yang merupakan manisfestasi dari keseluruhan sila-sila dari pancasila dan Undang-undang 1945 yang tumbuh dan berkembang diatas kepribadian bangsa dan kebudayaan nasional Indonesia.
2. Tujuan
Tujuan hubungan industrial pancasila adalah :
a) Mensukseskan pembangunan dalam rangka mengemban cita-cita bangsa Indonesia yaitu masyarakat adil dan makmur.
b) Ikut berperan dalam melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
c) Menciptakan ketenangan, ketentraman dan ketertiban kerja serta ketenangan usaha.
d) Meningkatkan produksi dan produktivitas kerja.
e) Meningkatkan kesejahteraan pekerja serta derajadnya sesuai dengan martabatnya manusia.
3. Landasan
a) Hubungan Industrial Pancasila mempunyai landasan idiil yaitu Pancasila dan landasan konstitusional adalah UUD’45. secara operasional berlandaskan GBHN serta ketentuan-ketentuan pelaksanaannya yang diatur oleh pemerintah.
b) Hubungan industrial pancasila juga berlandaskan kepada kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah untuk menciptakan keamanan nasional dan stabilitas nasional.
B. Pokok-pokok Pikiran dan Pandangan Hubungan Industrial Pancasila
1. Pokok-pokok Pikiran
a) Keseluruhan sila-sila dari pada pancasila secara utuh dan bulat yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
b) Pengusaha dan pekerja tidak dibedakan karena golongan, kenyakinan, politik, paham, aliran, agama, suku maupun jenis kelamin.
c) Menghilangkan perbedaan dan mengembangkan persamaan serta perselisihan yang timbul harus diselesaikan melalui musyawarah untuk mufakat.
2. Asas-asas untuk mencapai tujuan
a) Asas-asas pembangunan nasional yang tertuang dalam GBHN seperti asas manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, demokrasi, adil dan merata, serta keseimbangan.
b) Asas kerja yaitu pekerja dan pengusaha merupakan mitra dalam proses produksi.
3. Sikap mental dan sikap social
Sikap social adalah kegotong-royongan, toleransi, saling menghormati. Dalam hubungan industrial pancasila tidak ada tempat bagi sikap saling berhadapan/ sikap penindasan oleh yang kuat terhadap yang lemah.
C. Pelaksanaan Hubungan Industrial Pancasila
1. Lembaga kerjasama Bipartit dan Tripartit
a. Lembaga kerjasama bipartite dikembangkan perusahaan agar komunikasi antar pihak pekerja dan pihak pengusaha selalu berjalan dengan lancer.
b. Lembaga kerjasama tripartite dikembangkan sebagai forum komunikasi, konsultasi dan dialog antar ketiga pihak tersebut.
2. Kesepakatan Kerja Bersama (KKB)
a. Melalui kesepakatan kerja bersama dapat diwujudkan suatu proses musyawarah dan mufakat dalam mewujudkan kesepakatan kerja bersama.
b. Dalam kesepakatan kerja bersama semangat hubungan industrial pancasila perlu mendapat perhatian.
c. Setiap kesepakatan kerja bersama supaya paling sedikit harus memiliki suatu pendahuluan/mukadimah yang mencerminkan falsafah hubungan industrial pancasila.
3. Kelembagaan penyelesaian perselisihan industrial
a. Lembaga yang diserahi tugas penyelesaian perselisihan industrial perlu ditingkatkan peranannya melalui peningkatan kemampuan serta integritas personilnya.
b. Kelembagaan penyelesaian perselisihan baik pegawai perantara, arbitrase P4D/P4P yang berfungsi dengan baik akan dapat menyelesaikan perselisihan dengan cepat, adil, terarah dan murah.
4. Peraturan perundangan ketenagakerjaan
a. Peraturan perundangan berfungsi melindungi pihak yang lemah terhadap pihak yang kuat dan memberi kepastian terhadap hak dan kewajibannya masing-masing.
b. Setiap peraturan perundangan ketenagakerjaan harus dijiwai oleh falsafah hubungan industrial pancasila. Karena itu kalau perlu diciptakan peraturan perundangan yang baru yang dapat mendorong pelaksanaan hubungan industrial pancasila.
5. Pendidikan hubungan industrial
a. Agar falsafah hubungan industrial pancasila dipahami oleh masyarakat, maka falsafah itu disebarluaskan baik melalui penyuluhan maupun melalui pendidikan.
b. Penyuluhan dan pendidikan mengenai hubungan industrial pancasila ini perlu dilakukan baik kepada pekerja/serikat pekerja maupun pengusaha dan juga aparat pemerintah.
D. Beberapa masalah khusus yang harus dipecahkan dalam pelaksanaan hubungan industrial pancasila
1. Masalah pengupahan
Apabila didalam perusahaan dapat diciptakan suatu system pengupahan yang akibat akan dapat menciptakan ketenagakerjaan, ketenangan usaha serta peningkatan produktivitas kerja. Apabila didalam perusahaan tidak dapat diciptakan suatu system pengupahan yang baik, maka upah akan selalu menjadi sumber perselisihan didalam perusahaan.
2. Pemogokan
Pemogokan akan dapat merusak hubungan antara pekerja dan pengusaha. Hak mogok diakui dan diatur penggunaannya. Oleh sebab itu walaupun secara yuridis dibenarkan tetapi secara filosofis harus dihindari.
Sumber : dwianggina.wordpress.com
Langganan:
Postingan (Atom)